Pages

Tuesday, March 15, 2011

PROSPEK KITOSAN DAN KITOSAN TERMODIFIKASI SEBAGAI BIOPOLIMER ALAMI YANG MENJANJIKAN


HASRI
Jurusan Kimia Fakultas MIPA UNM Makassar
Jl. Dg Tata Raya, Parang Tambung,Telp.(0411)-840295
email: hasriu@yahoo.com; hasriu@mail.ugm.ac.id

Abstrak
Kitosan merupakan biopolimer alami dengan kelimpahan terbesar kedua setelah selulosa, merupakan produk deasetilasi kitin baik melalui proses reaksi kimia maupun reaksi enzimatis. Senyawa ini dapat ditemukan pada cangkang udang, kepiting, mollusca, serangga, annelida serta beberapa dinding sel jamur dan alga. Hasil modifikasi kitosan menghasilkan sifat dan manfaat yang spesifik. Secara komersial telah menghasilkan inovasi diberbagai bidang seperti; industri  pangan, kosmetika, pertanian, farmasi, pengolahan limbah dan penjernihan air. Pesatnya minat dalam mengeksplorasi kitosan, semakin membuktikan  bahwa prospek kitosan begitu menjanjikan. Perolehannya sangat mudah karena menggunakan bahan baku limbah invertebrata laut, biaya rendah, terbiodegradasi dan ramah terhadap lingkungan.
Kata Kunci: Cangkang invertebrata laut, Kitosan, Modifikasi kitosan, Prospek

 Latarbelakang

Tulisan ini memaparkan manfaat kitosan, modifikasi dan prospeknya. Kelimpahannya terbesar kedua setelah selulosa, merupakan produk deasetilasi kitin baik melalui proses reaksi kimia maupun reaksi enzimatis. Kitosan dan Modifikasi nya telah dimanfaatkan secara komersial dalam industri  pangan, kosmetika, pertanian, farmasi, kesehatan, penanganan limbah dan penjernihan air.
Cangkang invertebrata laut, terutama Crustacea mengandung kitin sebagai hasil antara pembentuk kitosan [1,2,3] seperti tabel dibawah.
Sebahagian diperoleh dari dinding sel jamur dan alga. Di Indonesia limbah kitin yang belum dimanfaatkan sebesar 56.200 metrik ton/tahun [4]. Menurut [5] hasil survei Badan Riset Kelautan dan Perikanan (BRKP) menunjukkan bahwa daerah Jabotabek tersedia sekitar 100 ton/bulan kulit udang kering setara satu ton kitin, dikonversikan ke dalam nilai mata uang, maka akan diperoleh devisa sebesar US$ 65 ribu/bulan atau US$ 780/tahun.
Pesatnya minat masyarakat dalam memanfaatkan kitosan di berbagai bidang, semakin membuktikan  bahwa kitosan memiliki prospek yang menjanjikan. Disamping perolehannya mudah karena menggunakan bahan baku limbah invertebrata laut, biaya rendah, terbiodegradasi dan ramah terhadap lingkungan.

Isolasi Kitosan.
Kitosan [poli-(2-amino-2-deoksi-β-(1-4)-D-glukopiranosa)] merupakan poli aminosakarida yang diperoleh dari penghilangan sebahagian gugus 2-asetil dari kitin [poli(2-asetamido-2-deoksi-β-(1-4)-D-glukopiranosa)], biopolimer linear dengan 2000-5000 unit monomer, saling terpaut melalui ikatan glikosidik β-(1-4). Kitosan (C6H11NO4)n berbentuk padatan amorf berwarna putih kekuningan, bersifat polielektrolit. Umumnya larut dalam asam organik, pH sekitar 4–6,5, tidak larut pada pH yang lebih rendah atau lebih tinggi. Kelarutan dipengaruhi oleh bobot molekul dan derajat deasetilasi [6]. Variasi konsentrasi NaOH, lamanya waktu refluks dan besarnya suhu refluks pada proses preparasi kitin akan berpengaruh terhadap derajat deasetilasi (DD) kitosan. Kitosan dengan DD lebih dari 85%, dan berat molekul rendah dibutuhkan sebagai antibakteri, antifungi (penghambat partumbuhan kapang dan jamur pathogen, seperti Fusarium oxysporum, Rhizoetonin solani, Pythiumparoccandrum), antioksidan, anti tumor, immuneenhancing, pelapis (coating), penyerap air dan lemak. Sebagai membran dan pengemas dibutuhkan DD sekitar 70% dan berat molekul tinggi.[2,6]
Proses pembuatan kitin juga berpengaruh terhadap kualitas kitosan yang dihasilkan, apabila kitosan dibuat tanpa melalui langkah deproteinasi akan menghasilkan derajat deasetilasi rendah dan berat molekul yang tinggi dibandingkan melalui tahap deproteinasi [9,10].
 Pembentukan kitosan melibatkan proses deproteinasi (penghilangan fraksi protein), demineralisasi (penghilangan fraksi mineral) dilanjutkan proses deasetilasi (penghilangan gugus asetil). Deproteinasi sebaiknya dilakukan lebih dahulu jika protein yang terlarut akan dimanfaatkan lebih lanjut. Deproteinasi pada tahap awal dapat memaksimumkan hasil dan mutu protein serta mencegah kontaminasi protein pada proses demineralisasi. Proses deasetilasi menggunakan alkali dengan konsentrasinya lebih tinggi daripada  deproteinasi berfungsi memutuskan  ikatan hidrogen yang kuat antara aton nitrogen dengan gugus karboksil dalam struktur kristal kitin [11].

Tabel 2. Karaterisasi Kitosan sesuai Standar Internasional.
Parameter
Standar Internasional*
Ukuran partikel
Kadar Air
Kadar Abu
Kadar Protein
Derajad Deasetilasi
Bau
Warna larutan
Viskositas
Butiran/bubuk <2mm
<10%
<2%
-
Minimal 70%
Tidak berbau
Jernih
200-799cps
Proses pembuatan kitosan dengan tahapan sebagai berikut [2,9,11,12]: 
Limbah Cangkang

Tahap deproteinasi
Deproteinase (reflux menggunakan NaOH,selama beberapa jam, 75-90oC)
Dibersihkan,dicuci,dikeringkan

Diblender ( sampel halus), atau serpihan
Dibilas hingga  pH  netral, keringkan
 Cangkang berupa serpihan/serbuk

Tahap demineralisasi:
Direfluks dengan HCl , beberapa jam jam, suhu 75-90oC
Didinginkan, disaring, dibilas hingga pH netral
Dikeringkan
 

Kitin
Tahap Deasetilasi
Direfluks dengan larutan basa,  beberapa menit, 85-150oC
Didinginkan, disaring, dibilas hingga pH netral,dikeringkan
 
 Mekanisme pembentukan kitosan hasil deasetilasi sbb:

Gambar 1. Mekanisme deasetilasi Kitin menjadi Kitosan
Derajat deasetilasi dapat ditentukan dengan beberapa metode, seperti spektoskopi FT-IR, analisis termal, difraksi sinar-X, SEM (scanning electron microscopy), spektroskopi NMR    (1H NMR, 13C NMR, dan 15 N NMR), HPLC (high performance liquid chromatography),   DSC (differential scanning calorimetry), dan TGA (thermogravimetric analysis), [13-18]. Derajat deasetilasi, berat molekul, dan sifat fisika serbuk, [19,20]. Dua sifat fisika dari kitosan yang penting yaitu derajat deasetilasi dan berat molekul.
Kitosan Termodifikasi.
Saat ini kitosan yang banyak diminati adalah kitosan larut air. Karboksimetil kitosan (KMK) adalah salah satu jenis kitosan larut air yang dibuat melalui modifikasi kitosan dengan proses eterifikasi, produk ini banyak digunakan pada industri farmasi/kesehatan dan kosmetika.
Gambar 2.Mekanisme pembentukan KMK
KMK merupakan turunan kitosan yang larut air yang membentuk membran dan film semipermiabel. Ada beberapa metode untuk KMK yakni  mensintesis N-karboksimetil kitosan dengan menambahkan asam glioksalat (C2H2O3). [21,22] mensintesis N-karboksimetilkitosan larut air dengan menambahkan asam kloroasetat pada pH 8, 90oC untuk mengadsorpsi Cu(II).
Beberapa jenis enzim dilaporkan dapat menghidrolisis kitosan menjadi oligomernya seperti lipase, selulase, lizosim, tannase dan papain, namun di antara jenis-jenis enzim tersebut kitosanase selama ini dikenal sebagai enzim yang paling efektif memecah kitosan.
Spesifikasi produk hasil hidrolisis kitosan secara enzimatis dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain jenis enzim yang digunakan, rasio enzim/substrat, konsentrasi substrat, derajat deasetilasi kitosan dan lama inkubasi. Karena enzim bersifat kemampuan sebagai antitumor. spesifik, maka enzim yang berbeda akan menghasilkan komposisi oligomer yang berbeda pula [7].
Modifikasi kitosan dapat dilakukan menggunakan teknik grafting, pengikatan silang, imprinting, hybridisasi maupun immobilisasi biomassa/enzim, teknik immobilisasi dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 3. Teknik Immobilisasi [27,28]
Nanoteknologi, menjadikan fungsi kitosan lebih efisien, efektif dan menambah daya saing.
Prospek kitosan
Kitosan dan turunan/ modifikasinya telah dikenal luas sebagai bahan pengawet alami, dapat dirombak secara biologis (biodegra dable), digunakan dalam berbagai keperluan. sebagai anti bakteri yang lebih kuat dari asam laktat. Antiparasitik, antasid, penghelat radikal bebas, pengemulsi, pengental, dan immobilisasi enzim/biomassa.
Sebagai  bahan pengawet produk pangan seperti tahu memiliki daya simpan 24 jam, bakso 36-48jam, mi basah 36 jam dan ikan asin 8 minggu.[23,24] daya simpan ayam 12 jam setelah pemotongan sedangkan tanpa kitosan hanya bertahan 6 jam [9].  Penambahan kitosan maka, tampak lebih segar daripada ikan tanpa kitosan, tidak dihinggapi lalat. Kitosan sebagai pelapis buah-buahan (edible coating), dapat memperpanjang umur buah-buahan karena menekan proses respirasi, transmisi dan pertumbuhan mikroba pembusuk, mengurangi penurunan berat dan kadar air sehingga buah-buahan tetap segar.  Tidak mengandung zat karsinogenik (penyebab kanker) sehingga makanan lebih aman dikonsumsi. Hidrolisat kitosan digunakan sebagai pengawet juice dan minuman ringan, menghambat pertumbuhan mikroba perusak daging perusak saus tomat , perusak mayonise, [25].
Efektif menghambat penyebab penyakit tifus yang telah mengalami reisistensi terhadap antibiotik yang ada [26]. Dapat menyerap kolestrol dan lemak sehingga mengurangi resiko terkena penyakit jantung dan stroke. Dilaporkan  kitosan didalam larutan lemak berpengaruh terhadap prosentase penyerapan kolesterol sebesar 45,46%. Konsentrasi kitosan 4 ppm dapat menurunkan 99,88% kekeruhan dari kedua jenis air (air keruh simulasi dan air sungai).
Bioaktivitas produk hasil hidrolisis kitosan sangat penting terkait dengan aplikasi produk  sebagai bahan baku produk farmasi, misalnya sebagai food supplement. Glukosamin sebagai bentuk monomer dari kitosan  memiliki
Kitooligosakarida atau disebut juga oligomer kitosan merupakan produk hasil depolimerisasi kitosan yang terjadi melalui proses hidrolisis secara kimiawi atau secara enzimatis. Hidrolisis kitin/ kitosan secara kimiawi umumnya menyebabkan depolimerisasi yang sulit dikontrol dan terlalu banyak menghasilkan monomer serta menghasilkan oligosakarida dengan derajat polimerisasi (DP) yang rendah (DP berkisar antara 2 hingga 5) yang diakibatkan oleh rendahnya efisiensi dan pemotongan. Proses depolimerisasi secara enzimatis kemudian banyak mendapat perhatian, karena produk yang dihasilkan lebih seragam dan prosesnya lebih mudah dikontrol.
Manfaat oligomer kitosan di bidang kesehatan telah banyak dilaporkan, antara lain dapat menghambat pembentukan sel kanker. Dibanding kan dengan kitosan yang larut dalam asam, produk ini lebih mudah diserap tubuh karena bersifat larut dalam air. Dengan sifat biofungsionalnya, kitooligosakarida semakin populer dan kini telah tersedia di pasaran produk makanan suplemen yang berbahan dasar kitin/ kitosan oligomer, dengan klaim perbaikan sistem imun, pengontrol kolesterol, perbaikan fungsi hati dan penurunan tekanan darah yang diproduksi oleh beberapa industri farmasi di AS, ThailanddanKorea.
Kitosan oligomer memiliki nilai jauh lebih besar daripada kitosan (bentuk polimer) atau glukosamin (bentuk monomer).  kitooligosakarida memiliki harga $60.000/ton, sedangkan dalam bentuk polimer dan monomernya serseharga $10.000/ton.
Pada penanganan limbah cair: kitosan sebagai chelating agent yang dapat menyerap logam berat beracun seperti merkuri, timah, tembaga, dalam perairan dan untuk mengikat zat warna tekstil dalam air limbah.
Reduce: Dari segi lingkungan, penggunaan khitosan sebagai bahan pengawet kayu relatif aman karena sifatnya yang non toxic dan biodegradable.
Reuse: Pakan ternak yang dihasilkan dari limbah Kitosan dapat digunakan sebagai bahan makanan untuk ternak (bid. Peternakan).
Recycle;  Limbah cangkang invertebtarta laut diawali dengan proses pembuatan kitin, dan deasetilasi dengan alkali. Hasilya menjadi kitosan serbuk/bubuk. Kitin dan Kitosan dapat diterapkan di bidang industri maupun bidang kesehatan.
Industri Tekstil: Pada kerajinan batik, pasta kitosan dapat menggantikan ”malam” (wax) sebagai media pembatikan.
Bidang Fotografi: Penambahan tembaga kitosan dapat memperbaiki mutu film untuk meningkatkan fotosensitivitas.
Bidang Kedokteran/Kesehatan: Sebagai bahan mempercepat penyembuhan luka bakar, lebih baik dari yang terbuat dari tulang rawan. Juga sebagai bahan pembuatan garam-garam glukosamin yang bermanfaat dalam menyembuhkan influenza, radang usus dan sakit tulang.
 Industri Fungisida: Sebagai antimikrobia melawan jamur lebih kuat dari Kitin. 
Industri Kosmetika: kitosan. mempunyai kelebihan dapat meningkatkan kekuatan dan berkilaunya rambut.
Industri Pengolahan Pangan: Karena sifat kitosan yang dapat mengikat air dan lemak, maka  dapat digunakan sebagai media pewarnaan makanan.
Kesimpulan:
1.        Inovasi berkelanjutan dalam mengolah limbah  invertebrata laut berbasis bioindustri perikanan dan kelautan menjadikan  limbah ini sebagai sumber potensial dalam pembuatan kitin dan kitosan.
2.        Dengan nanoteknologi, fungsi kitosan menjadi lebih efisien, efektif sehingga dapat menambah daya saing.
Daftar pustaka:
1. Kurita, K., 2006, Biotechnol., 8, 203-226.
2. Murzelli RAA, Peter MG,  Editor, 1997, Chitin Handbook. Grotammare: Eurpean Chitin Society.
3. Moore, G.K. and Roberts, G.A.F., in Muzzarelli, R.A.A. and Pariser, E.R., (eds), Proceedings of the first International Conference on chitin/chitosan. MIT Sea Grant Report 78-7, pp 421, 1978.
4.  [DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. 2003.Perkembangan ekspor komoditi hasil perikanan Indonesia 1998-2002.url: ttp://www.dkp.go.id/
5.   Anonim.(2006). ’,  http://www.dkp.go.id/content.php?c=2779, diakses 2 januari 2011.
6. Mima, S., Miya, M., Iwamoto, R. and Yoshikawa, S., 1983.J Appl Polym Sci., 28(6): 1909-1917.
7.    Emmawati A. 2004.  Fateta IPB
8. Khan, T.A., Peh, K.K., and Ch’ng, H.S., 2002.,  J. Pharm.Pharmaceut Sci., 5(3), 205-212.
9. No, H.K and Meyer,S.P.1989., J.Agric.Food. Chem, 37,575-579.
10. Li, J., Revol, J.F. and Marchessault, R.H., 1997. J Appl Polym Sci., 65(2): 373-380.
11. Bastaman S. 1989,  The Queen’s University of Belfast: department of Mechanical Manufacturing.
12. Hasri, 2007. Isolasi Kitosan dari Limbah Udang dan Aplikasinya Pada Daging Ayam Sebagai Pengawet Alami, Laporan Hasil Penelitian Dosen Muda,  No.011/SPP2H/PP/DP2M/III/2007.
13. Rege, P.R., and Block, L.H., 1999, Carbohydr.Res., 321, 235-245.
14. Domzy, J.G., and Roberts, G.A.F., 1985, J. Macromol. Chem., 186, 1671-1677.
15. Rathke, T.D. and Hudson, S.M.,1991.  J Polym Sci: Part A: Polym Chem., 31:749-753.

16. Sannan, T., Kurita, K., Ogura, K. and Iwakura, Y., 1978. Polym., 19:458-459.
17. Baxter, A., Dillon. M., Taylor. K.D.A. and Roberts. G.A.F.,1992.  J Biol Macromol., 14: 166-169.
18. Hiral, A., Odani, A. and Nakajima, A., 1991, Polym Bull., 26:87-94.
19. Siralearttmukul, K., Limpanath, S., Udomkichdecha, W., and Chandrkrachang, S., 1999, J. Metals, Mater. and Minerals, 9, 1, 33-40.
20.Cervera, M.F., Heinamaki, J., Rasnen, M., Maunu, S.L., Karjalainen, M., Acosta, O.M.N., Colarte, A.I., and Yliruusi, J., 2004, J. Carbohydr. Polym., 58, 401-408.
21. Filho, S.P.C., and Abreu, F.R.d., 2005, Plimeros: Ciencia e Technol., 15(2), 78-79.
22. Tien An, N., Thien, D.T., Dong, N.T., and Dung, P.L., 2009, Carbohydr. Polym., 75, 489-497.
23. Linawati H, 2006, Dep. Tekhnologi hasil perairan, fakultas perikanan dan ilmu kelautan, IPB).
24. Suseno, S.H. 2006.  Jeparatech Expo 11 – 15 April 2006, Jepara.
25. Rhoades dan Roller, 2000. Appl.Environ. Microbiol. 66(1):80-8.
26. Yadaf dan Bhise, 2004.  Current Science. 87(9):1176-1178.
27. Kawamura Y, Mitsuhashi M, Tanibe H (1993) J.Ind. Eng. Chem. Res. 32: 386–391.
28.Hasri, Mudasir, Nurur H. A, Roto,2010,  Immobilisasi of Aspergillus niger Biomass on Chitosan and its application as adsorben for Pb(II) metal ion, The 2nd International Conference On Chemical Sciences, Yogjakarta.